Dalam
budidaya ikan patin baik sistem karamba maupun fence terdapat 3 sub sistem
pemeliharaan, yaitu pembenihan, pendederan dan pembesaran. Pembenihan adalah
kegiatan pemeliharaan induk untuk menghasilkan telur sampai dengan larva.
Pendederan adalah kegiatan pemeliharaan ikan patin ukuran tertentu dari hasil
pembenihan sebagai transito sebelum dipelihara di tempat pembesaran. Pembesaran
adalah pemeliharaan ikan patin ukuran tertentu dari hasil pendederan sampai
menghasilkan ikan ukuran konsumsi.
Dalam
usaha budidaya ikan patin persyaratan lokasi yang harus dipenuhi untuk mencapai
produksi yang menguntungkan meliputi sumber air, kualitas air dan tanah serta
kuantitas air. Kriteria persyaratan tersebut berbeda tergantung daripada sistem
budidaya yang digunakan. Sebelum menetapkan lokasi usaha, selain harus memenuhi
persyaratan tersebut perlu pula dipastikan kelayakan lokasi budidaya ditinjau
dari segi gangguan alam, gangguan pencemaran, gangguan predator, gangguan
keamanan dan gangguan lalu lintas angkutan air. Uraian berikut adalah
persyaratan lokasi yang perlu diperhatikan menurut Khairuman, Amd dan Ir. Dodi
Sudenda (Budidaya Patin Secara Intensif, 2002)
a. Persyaratan lokasi budidaya di
kolam
Sumber air :
Sumber air dapat berasal dari
saluran irigasi teknis, sungai atau air tanah yang berasal dari sumur biasa
atau pompa. Pembesaran ikan patin tidak memerlukan sumber air yang senantiasa
mengalir sepanjang waktu, namun untuk pembenihan kondisi airnya harus bersih.
Kualitas air :
Kualitas
air yang kurang baik dapat menyebabkan ikan mudah terserang penyakit. Kualitas
air meliputi sifat kimia air dan sifat fisika air. Sifat kimia air adalah
kandungan oksigen (O2), karbondioksida (CO2), pH, zat-zat beracun dan kekeruhan
air. Sedangkan sifat fisika air adalah suhu, kekeruhan dan warna. Ikan patin
termasuk salah satu jenis ikan yang tahan terhadap kekurangan oksigen di dalam
air dan apabila air kekurangan oksigen ikan patin dapat mengambil oksigen dari
udara. Pada usaha budidaya intensif kandungan oksigen yang diperlukan adalah
minimal 4 mg/liter air, sedangkan kandungan karbondioksida kurang dari 5
mg/liter air. Alat yang digunakan untuk mengukur kandungan oksigen dan
karbondioksida adalah water quality test kit atau alat pengukur kualitas air.
Nilai pH (puisanche of the H) yang normal bagi kehidupan ikan patin adalah 7
(skala pH 1-14), namun karena pH air meningkat pada siang hari dan menurun pada
malam hari akibat berlangsungnya fotosintesa maka derajat keasaman yang baik
untuk ikan patin adalah antara 5-9.
Alat
yang digunakan untuk mengukur keasaman air adalah kertas lakmus. Zat beracun
yang berbahaya bagi kehidupan ikan patin adalah amoniak, yaitu amoniak bukan
ion (NH3) dan amonium (NH4) yang biasanya muncul apabila
fitoplankton banyak yang mati yang diikuti dengan penurunan pH karena kandungan
karbondioksida meningkat. Batas konsentrasi kandungan amoniak yang dapat
mematikan kehidupan ikan patin adalah antara 0,1-0,3 mg/liter air. Kekeruhan
dapat mempengaruhi cahaya matahari yang masuk ke dalam air. Kekeruhan
disebabkan karena berbagai partikel seperti lumpur, bahan organik, sampah atau
plankton. Kekeruhan yang baik adalah disebabkan oleh plankton. Alat yang
digunakan untuk mengukur kekeruhan air adalah sechi disk. Kategori kekeruhan
air adalah sebagai berikut :
Kedalaman
air (cm) Kesimpulan
- 1 – 25 Air keruh, dapat disebabkan oleh plankton dan partikel tanah >
- 25 – 50 Optimal (plankton cukup)
- 50 Jernih (plankton sedikit)
Kuantitas air :
Debit
air yang dibutuhkan untuk pemeliharaan ikan patin berbeda-beda untuk budidaya
pembenihan, pendederan dan pembesaran. Pengetahuan tentang debit air akan
memberikan keuntungan karena dapat mengoptimalkan penggunaan air. Ada 2 cara
pengukuran debit air, yaitu secara langsung dengan meletakkan ember di pintu
air yang masuk dan secara tidak langsung pada saluran air yang masuk ke
kompleks perkolaman. Rumus pengukuran debit air secara langsung adalah volume
air dibagi waktu (menit/detik), sedangkan secara tidak langsung adalah (lebar
saluran x kedalaman air x panjang saluran) dibagi waktu.
Tanah
Tanah
yang cocok untuk budidaya ikan patin adalah tanah liat atau lempung berpasir
dan tidak poreus. Jenis tanah ini dapat menahan massa air yang besar dan tidak
bocor sehingga dapat dibuat dinding kolam atau pematang. Jenis tanah lain yang
juga cocok untuk pemeliharaan ikan patin adalah tanah terapan, tanah berfraksi
kasar dan tanah berpasir.
b.
Persyaratan lokasi budidaya karamba dan fence
Budidaya
ikan patin sistem karamba dapat dilakukan di danau, situ, atau sungai dengan
mempertimbangkan faktor teknis dan sosial ekonomi. Penempatan karamba di
perairan umum dianjurkan di jalur arus horizontal, di daerah muara, karena
pasokan air cukup dan kandungan oksigen terlarut juga tinggi. Selain itu
pergerakan air dapat membantu menghanyutkan sisa-sisa kotoran dan bahan
organik. Penempatan fence sebaiknya di rawa-rawa atau pinggir sungai.
Penempatan karamba dan fence di perairan luas dan terbuka sebaiknya dihindari,
karena pengaruh gelombang dan tiupan angin kencang dapat mengancam keamanannya.
Kedalaman karamba atau fence pada air yang mengalir minimal 3 meter dan pada
air yang tidak mengalir minimal 5 meter. Kriteria kualitas air budidaya ikan
patin di jaring apung adalah sebagai berikut:
Kriteria
|
Nilai
Batas
|
|
a.
|
Fisika
|
|
- Suhu
|
20-30oC
|
|
- Total padatan terlarut Maksimum
|
2000 mg/l
|
|
- Kecerahan
|
Lebih dari 45 cm
|
|
b.
|
Kimia
|
|
- PH
|
6-9
|
|
- Oksigen terlarut
|
Maksimum 8 jam/hari, minimal 3
mg/l
|
|
- Karbondioksida bebas
|
Maksimum 15 mg/l
|
|
- Amoniak
|
Maksimum 0,016 mg/l
|
|
- Nitrit
|
Maksimum 0,2 mg/l
|
|
- Tembaga(Cu)
|
Maksimum 0,02 mg/l
|
|
- Seng (Zn)
|
Maksimum 0,02 mg/l
|
|
- Mercuri (Hg)
|
Maksimum 0,002 mg/l
|
|
- Timbal (Pb)
|
Maksimum 0,3 mg/l
|
|
- Klorin bebas (Cl2)
|
Maksimum 0,003 mg/l
|
|
- Fenol
|
Maksimum 0,001 mg/l
|
|
- Sulfida
|
Maksimum 0,002 mg/l
|
|
- Kadmium (Cd)
|
Maksimum 0,01 mg/l
|
|
- Fluorida
|
Maksimum 1,5 mg/l
|
|
- Arsenikum (As)
|
Maksimum 1 mg/l
|
|
- Selenium (Se)
|
Maksimum 0,05 mg/l
|
|
- Krom heksavalen (Cr + 6)
|
Maksimum 0,05 mg/l
|
|
- Sianida (Cn)
|
Maksimum 0,02 mg/l
|
|
- Minyak dan lemak
|
Maksimum 1 mg/l
|
c.
Gangguan alam
Masalah
yang mengancam budidaya ikan patin di karamba jaring apung dan fence adalah
terjadinya umbalan air, berupa naiknya massa air dari dasar ke permukaan secara
tiba-tiba. Hal ini terjadi pada awal musim hujan saat terjadi penurunan suhu
secara mendadak pada lapisan permukaan akibat hujan deras yang terjadi secara
tiba-tiba. Hal ini tidak berpengaruh terlalu buruk pada air yang jernih,
sedangkan pada perairan yang dasarnya kotor tercemar limbah (termasuk limbah
pakan ikan) dapat mengancam kehidupan ikan. Massa air yang naik ke permukaan
akan membawa senyawa-senyawa beracun yang membahayakan kehidupan ikan, misalnya
yang terjadi di waduk Cirata dan Saguling beberapa tahun yang lalu. Gangguan
alam lainnya adalah berkurangnya debit air pada musim kemarau yang biasanya
terjadi setiap tahun pada bulan Juli sampai dengan Oktober. Penyimpangan musim
kemarau biasanya terjadi setiap 5 tahun sekali.
d.
Gangguan pencemaran
Lokasi
budidaya ikan patin di sungai dan rawa sangat rawan terhadap pencemaran air
yang terutama muncul pada puncak musim kemarau dan awal musim penghujan.
Pencemaran dapat terjadi karena :
- Proses pembusukan akar-akar/tumbuhan yang menyebabkan air cenderung bersifat asam dan biasanya terjadi di daerah rawa pada awal musim hujan.
- Pencemaran bahan-bahan kimia dan energi dari limbah pabrik serta lahan pertanian.
- Pencemaran oleh limbah domestik/rumah tangga.
e.
Gangguan predator
Oleh
karena pembesaran ikan patin dilakukan di alam terbuka maka kemungkinan besar
terjadi serangan hama atau predator. Hama atau predator yang sering menyerang
ikan patin adalah linsang (sero), biawak, ular air, kura-kura dan burung. Cara
pemberantasan yang efektif adalah dengan membunuh, memasang perangkap, memasang
umpan beracun dan membersihkan areal pemeliharaan dari rumput atau semak yang
menjadi sarang predator.
f.
Gangguan keamanan
Gangguan
keamanan pada lokasi perlu di perhitungkan dengan menempatkan penjaga, terutama
pada malam hari. Untuk itu maka di lokasi budidaya sistem fence perlu dibuat
pondok-pondok untuk tempat berlindung bagi penjaga, sedangkan pada budidaya
sistem karamba perlu dibuat pintu-pintu penutup dengan gembok pada bagian atas
sekaligus juga berfungsi sebagai lobang tempat pemberian pakan.
g.
Gangguan lalu lintas angkutan air
Jika
lokasi karamba dan fence adalah di sungai yang merupakan jalur angkutan air
maka karamba atau fence harus ditempatkan di pinggir sungai, sehingga tidak
mengganggu jalur transportasi. Konstruksi karamba atau fence harus dibuat cukup
kuat agar tidak terganggu oleh ombak dan arus yang ditimbulkan oleh lalu lintas
transportasi air.
KONSTRUKSI
KERAMBA
Karamba
yang siap digunakan belum tersedia di pasaran, namun bahan-bahan pembuatan
karamba cukup banyak tersedia di sekitar lokasi. Bahan-bahan yang diperlukan
untuk pembuatan karamba terdiri dari balok kayu dan bambu. Balok kayu berfungsi
sebagai rangka dan bambu sebagai dinding dan penutup yang diikatkan dengan tali
nilon pada rangka kayu. Bentuk karamba adalah kotak segi empat yang pada bagian
bawahnya terbuka dengan ukuran panjang 4 meter, lebar 2 meter dan tinggi 1,5
meter. Penempatan karamba adalah 2/3 di dalam air dan 1/3 diatas permukaan air.
Pada bagian tengah penutup karamba dibuat lubang terbuka berukuran 0,5 x 0,5
meter yang berfungsi sebagai tempat pemberian pakan dan pengontrolan ikan.
Di
bagian dalam karamba dimasukkan jaring yang diikat pada dinding karamba,
sebagai wadah penampung ikan patin yang dipelihara. Ukuran mata jaringnya lebih
kecil dari ukuran benih ikan patin yang ditebar. Jaring ukuran tersebut sudah
tersedia dan mudah dibeli di pasaran.
Karamba
ditempatkan di pinggir sungai secara berkelompok dan setiap kelompok terdapat
20 – 40 karamba. Penempatannya secara berpasangan dan diantara pasangan karamba
ditempatkan bambu bulat yang berfungsi sebagai tempat pengikat, sekaligus
sebagai pelampung karamba. Di antara tiap karamba dibuat jalan penghubung dari
papan kayu. Kedua ujung bambu tersebut di ikat pada tiang yang ditancapkan
kedasar sungai sebagai penahan agar karamba tidak terbawa arus air sungai.
Untuk setiap kelompok, diatas bambu pelampung dibuat pondok ukuran 1,5 x 1,5 x
1,5 meter sebagai tempat berteduh bagi petugas yang jaga di malam hari. Rangka
pondok terbuat dari bambu dan kayu, lantai dari bambu dan atap dari daun rumbia
atau nipah.
Foto 1. Karamba di tepi sungai Komering desa Tanjung Lubuk, kecamatan Kayu Agung, kabupatenOKI
Sumber : Solider, Bank Indonesia
KONSTRUKSI
FENCE
Fence dalam bahasa Inggris berarti pagar; jadi sistem fence
adalah budidaya ikan patin dalam suatu tempat yang sekelilingnya di batasi
dengan pagar. Ukuran luas satu unit adalah lebar 5 meter, panjang 10 – 12 meter
dan tinggi 5 meter. Konstruksi fence terdiri dari pagar keliling, pondok (rumah
jaga) dan perahu. Sistem fence yang telah siap pakai belum tersedia di pasaran,
sehingga harus dirancang dan dibuat sendiri, kecuali anyaman bambu untuk pagar
dan perahu.
Bahan-bahan
yang diperlukan untuk membuat pagar biasanya tersedia di sekitar lokasi, yaitu
bambu bulat ukuran panjang 11 meter; bambu anyaman yang terdiri dari 2 macam
ukuran yaitu ukuran panjang 5 meter dan tinggi 3 – 4 meter dan ukuran panjang 5
meter dan tinggi 1,5 – 2 meter; kayu pelawan ukuran panjang 6 – 7 meter dan
tali nilon ukuran 4 mm atau tali plastik (trapping band). Kayu pelawan
berfungsi sebagai tiang yang ditancapkan ke dalam dasar sungai dengan jarak
antara 30 – 50 cm, bambu anyaman ukuran 5 x 3 meter berfungsi sebagai pagar
bagian bawah (dalam air) dan bambu ukuran 5 x 2 meter berfungsi sebagai pagar
bagian atas yang diikat dengan nilon atau tali plastik pada masing-masing tiang
pancang. Rancangan tinggi pagar harus memperhitungkan tinggi air pada musim
hujan, untuk menghindari kemungkinan air di dalam fence melebihi tinggi pagar.
Apabila banjir, bambu anyaman bagian atas dapat ditambah lagi.
Foto 2. Fence di desa Tanjung
Dayung, Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten OKI
|
Foto 3. Perahu, alat transportasi
pada budidaya sistem fence, kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten OKI
|
Sumber: Solider, Bank Indonesia
|
PENYEDIAAN
BENIH
Ikan
patin termasuk salah satu jenis ikan yang sulit dipijahkan secara alami, karena
sulit menciptakan atau memanipulasi lingkungan yang sesuai dengan habitat
aslinya. Karena itu untuk produksi benih dilakukan pemijahan buatan atau induce
breeding (kawin suntik) dengan menggunakan kelenjar hipofisa ikan mas atau
hormon gonadotropin yang di impor dengan nama dagang Ovaprim. Jenis ikan patin
yang dipijahkan secara kawin suntik adalah Pangasius hypopthalmus, dan ikan
patin lokal (Pangasius djambal) baru dimulai pada tahun 2000. Menurut informasi
dari Dinas Kelautan dan Perikanan provinsi Sumsel, direncanakan pada tahun 2004
benih ikan patin lokal mulai dikembangkan di unit-unit percontohan, dan untuk
selanjutnya disebarkan kepada Unit Pembenihan Rakyat untuk diproduksi secara
massal.
Masalah
utama dalam pasokan benih ikan patin di kabupaten OKI adalah kurangnya unit
pembenihan (hatchery) ikan patin. Berdasarkan data DPKP kabupaten OKI tahun
2002, hanya ada 1 unit pembenihan ikan patin di kabupaten ini, yaitu di desa
Lubuk Seberuk, kecamatan Lempuing seluas 40 m2 yang belum mampu memenuhi
kebutuhan lokal. Pembudidaya ikan patin di daerah OKI memperoleh benih dari
Palembang dan daerah lain yaitu Bogor (Darmaga, Jasinga dan Leuwiliang).
Pengadaan benih dilakukan oleh para distributor benih yang tersebar di 4
kecamatan di kabupaten OKI sebagaimana disajikan dalam Tabel 2.
Tabel2.
Distributor Benih Ikan Patin di Kabupaten OKI
Distributor Benih Ikan Patin di Kabupaten OKI
No
|
Kecamatan
|
Luas (m2)
|
Kapasitas
produksi (ekor/thn)
|
1
|
Inderalaya
|
198
|
230.000
|
2
|
Tanjung Batu
|
250
|
400.000
|
3
|
Sirah Pulau Padang
|
100
|
470.000
|
4
|
Tanjung Lubuk
|
150
|
60.000
|
Jumlah
|
698
|
1.160.000
|
Sumber: DPKP Kabupaten OKI, 2003
Para
distributor benih, rata-rata 3 – 5 kali sebulan membeli benih dari Bogor dan
setiap pembelian sekitar 50.000 – 60.000 ekor. Mortalitas atau tingkat kematian
benih yang berasal dari Bogor relatif rendah, yaitu sekitar 10 ekor per 50.000
ekor benih atau kurang dari 0,02%. Ukuran benih yang dibeli adalah 1,5 – 2
inci, namun apabila benih yang diperlukan lebih banyak maka ukuran benih yang
dibeli adalah 1 – 2 inci. Pembudidaya ikan patin pola karamba membeli benih
dari distributor, sedangkan pembudidaya sistem fence membeli langsung dari tempat
pembenihan
PEMELIHARAAN
Sebagaimana
telah dijelaskan pada awal Bab ini, tahapan kegiatan dalam budidaya ikan patin
meliputi pembenihan, pendederan dan pembesaran. Pada sistem karamba lazimnya
hanya dilakukan pembesaran, sementara pada sistem fence pembudidaya juga
melakukan pendederan.
Sistem
Fence.
(1).
Pendederan
Pendederan
dilakukan di dalam fence dengan menggunakan jaring hapa yang berukuran halus
atau yang biasa digunakan sebagai tempat penetasan telur pada pembenihan ikan
mas. Keuntungan yang diperoleh jika penebaran benih dilakukan dalam jaring
antara lain dapat menghindari serangan hama sehingga mortalitasnya rendah;
mudah mengontrol dan memberi pakan; dan mudah memanen hasilnya. Ukuran mata
jaring harus disesuaikan dengan ukuran benih patin yang ditebarkan untuk
menghindari lolosnya benih patin dari dalam jaring. Ukuran mata jaring yang
umum digunakan adalah 3 x 3,5 x 0,75 cm.
Jaring
harus bersih dan tidak sobek. Jaring dipasang di pinggir fence dan setiap sudut
jaring diikatkan ke bambu atau kayu sebagai penahan sehingga posisi jaring
tetap. Ketinggian air didalam jaring berkisar antara 50 – 75 cm. Penebaran
benih dilakukan pada pagi atau sore hari saat suhu masih rendah. Agar benih
yang ditebar tidak mengalami stres, penebaran dilakukan dengan aklimatisasi,
yaitu melakukan penyesuaian suhu air di wadah pengangkutan terhadap suhu air di
dalam jaring dengan cara menambahkan atau mencampur air di dalam wadah
pengangkutan dengan air dalam jaring sedikit demi sedikit. Benih-benih patin
yang ditebar dibiarkan keluar dengan sendirinya. Padat penebaran adalah antara
75 – 100 ekor/m3 air.
Selama
pendederan benih diberi pakan tambahan karena benih patin berada dalam wadah
yang terbatas sehingga tidak mungkin mendapat makanan alami. Makanan tambahan
diberikan dalam bentuk tepung sebanyak 3 – 5% dari berat total patin yang
didederkan. Pemberian pakan diberikan pada pagi, siang, sore dan malam hari.
Lama pendederan sekitar satu bulan atau disesuaikan dengan kebutuhan atau
ukuran untuk pembesaran. Mortalitas selama pendederan adalah sekitar 15%- 20%
dari total benih yang didederkan.
Benih
sudah dapat dilepaskan ke tempat pembesaran setelah mencapai ukuran untuk
pembesaran atau berumur satu bulan. Pemanenan dilakukan dengan mengangkat ketiga
sudut bagian bawah jaring secara perlahan-lahan. Benih akan terkumpul di sudut
yang lain, kemudian benih di tangkap dengan menggunakan alat tangkap halus
berupa scop net dan selanjutnya ditampung sementara di tempat penampungan atau
langsung ditebar ke tempat pembesaran.
(2). Penebaran benih untuk pembesaran
Padat
penebaran merupakan hal penting yang harus diperhatikan pada saat menebarkan
benih. Jika padat penebaran tinggi, dikhawatirkan terjadi kanibalisme terhadap
ikan-ikan yang lebih lemah. Selain itu, ikan menjadi rentan terhadap penyakit
akibat luka yang disebabkan oleh senggolan antar ikan atau senggolan dengan
dinding karamba. Padat penebaran juga harus memperhatikan keterkaitan antara
jumlah ikan yang ditebar dengan daya tampung optimal dari tempat pembesaran.
Sebagai pedoman, jumlah ikan yang akan ditebar dapat menggunakan rumus sebagai
berikut :
PPI = (BTP) : (BRP x BRT), dimana
PPI = Padat penebaran ikan (kg/m3)
BTP = Berat total panen (kg/m3)
BRP = Berat rata-rata produksi akhir (kg/ekor)
BRT = Berat rata-rata penebaran (kg/ekor)
PPI = Padat penebaran ikan (kg/m3)
BTP = Berat total panen (kg/m3)
BRP = Berat rata-rata produksi akhir (kg/ekor)
BRT = Berat rata-rata penebaran (kg/ekor)
Penebaran
benih ikan patin di sistem fence dapat dilakukan secara langsung dengan
membiarkan benih keluar dari jaring apung dengan sendirinya, tanpa aklimatisasi
karena jaring pendederan di tempatkan dalam fence. Padat penebaran benih
menggunakan rumus sebagaimana dijelaskan di atas.
Sistem
Karamba
Pada
budidaya sistem karamba hanya dilakukan pembesaran, tanpa pendederan. Oleh
karena itu pada buku ini tidak dijelaskan mengenai cara pendederan pada sistem
karamba.
Pada
tahap pembesaran, ukuran benih yang ditebar di karamba minimal telah mencapai
berat 50 gr per ekor atau panjang 2,5 – 3,5 inci. Benih yang ditebar sebaiknya
memiliki ukuran yang sama dan seumur. Jika ada yang lebih besar atau lebih tua
umurnya dikhawatirkan akan mendominasi benih lainnya, baik dalam persaingan
hidup maupun persaingan mendapat makanan. Padat penebaran benih yang disarankan
adalah sekitar 5 kg/m2. Padat penebaran sebanyak itu akan
menghasilkan panen sekitar 30 – 40 kg/m2.
Agar
ikan patin yang ditebar di karamba jaring apung tidak mengalami stress,
penebaran benih patin sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari saat suhu
masih rendah. Penebaran dilakukan dengan aklimatisasi yaitu benih patin yang
berada dalam kantong plastik pengangkutan di biarkan mengapung diatas air
selama 5 – 10 menit. Selanjutnya kantong plastik dibuka dan ditambahkan air
dari karamba jaring apung sedikit demi sedikit kedalam kantong sampai kondisi
air di dalam kantong sama dengan kondisi air di dalam karamba jaring apung.
Proses aklimatisasi ini selesai jika ikan patin di dalam kantong plastik keluar
dengan sendirinya ke karamba.
PAKAN
DAN PEMBERIAN PAKAN
Pakan
harus mendapat perhatian yang serius karena pakan sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan berat ikan dan merupakan bagian terbesar dari biaya operasional
dalam pembesaran ikan patin. Berdasarkan hasil penelitian para ahli perikanan,
untuk mempercepat pertumbuhan ikan selama pembesaran, setiap hari ikan patin
perlu diberikan makanan tambahan berupa pelet sebanyak 3 – 5% dari berat total
tubuhnya. Pemberian pakan dilakukan secara bertahap sebanyak empat kali yaitu,
pagi, siang, sore dan malam hari. Porsi pemberian pakan pada malam hari
sebaiknya lebih banyak daripada pagi, siang dan sore hari, karena ikan patin
lebih aktif pada malam hari.
Namun
berdasarkan hasil wawancara dengan pembudidaya ikan patin di kabupaten OKI,
terdapat perbedaan antara hasil penelitian tersebut dengan pemberian pakan yang
dilakukan baik dalam hal jenis, jumlah dan saat pemberian pakan selama pembesaran.
Pemberian pakan pada sistem karamba dan fence yang dilakukan di kabupaten OKI
adalah sebagai berikut :
- Sistem Karamba :
Pemberian
pakan berupa pelet buatan pabrik pada sistem karamba dilakukan sejak benih
ditebar sampai saat ikan dipanen dengan jumlah pakan disesuaikan dengan umur
ikan. Pemberian pakan dilakukan hanya satu kali pada sore hari. Dengan padat
penebaran 1.250 ekor per karamba, pakan yang diberikan pada benih berumur 1-2
bulan adalah sebanyak 30 kg per bulan dan pada umur 3-6 bulan sebanyak 300 kg
per bulan.
- Sistem fence :
Pemberian
pakan berupa pelet buatan pabrik pada sistem fence dilakukan sejak benih
ditebar di transito sampai benih berumur 2 bulan. Pada umur ikan 3 bulan
pemberian pakan berupa pelet buatan pabrik ditambah dengan pakan ramuan
sendiri. Dosis pakan per 12.500 ekor penebaran pada bulan pertama adalah 50 kg,
pada bulan kedua 150 kg dan pada bulan ketiga 300 kg. Setelah umur ikan lebih
dari 3 bulan pakan yang diberikan hanya pakan ramuan sendiri. Bahan baku untuk
pembuatan pakan ramuan sendiri mudah diperoleh dan banyak terdapat di sekitar
lokasi pembesaran ikan. Pembuatan pakan buatan sendiri dilakukan setiap pagi
dan pemberian pakan dilakukan sekali sehari pada sore hari. Ada dua cara
pembuatan pakan ramuan sendiri, yaitu :
(a). Pakan rebus :
Bahan
baku pembuatan pakan rebus terdiri atas ikan asin kualitas rendah (below
standard = BS), tepung katul dan dedak halus dengan komposisi sebagaimana
terdapat pada Tabel 3. Jumlah bahan baku yang disediakan adalah untuk pemberian
pakan bagi 10 ribu ekor ikan.
Tabel 3.
Komposisi Bahan Baku Pakan Rebus Buatan Sendiri
Komposisi Bahan Baku Pakan Rebus Buatan Sendiri
Bahan
Baku
|
Komposisi
menurut umur ikan di pembesaran (kg/hari)
|
|||
4 bulan
|
5 bulan
|
6-7
bulan
|
8-10
bulan
|
|
a. Ikan asin BS
|
14
|
21
|
42
|
49
|
b. Tepung katul
|
30
|
45
|
90
|
105
|
c. Dedak halus
|
40
|
60
|
120
|
140
|
Jumlah
|
84
|
126
|
252
|
294
|
Sumber : Data primer
Adapun
peralatan yang digunakan untuk pembuatan pakan adalah wadah dari tong (ukuran
setengah drum), kompor pompa minyak tanah dan tungku masak. Cara membuatnya
adalah sebagai berikut. Campuran bahan diramu di dalam tong dan ditambah air
bersih, diaduk sampai rata dan direbus selama 2 jam, kemudian didinginkan.
Setelah dingin, pakan yang masih diwadahi dalam tong atau dimasukkan kedalam
karung plastik diangkut dengan perahu ke lokasi fence. Pemberian pakan
dilakukan sekali dalam sehari pada sore hari dengan cara pakan dikepalkan dalam
genggaman kemudian disebarkan di seluruh permukaan air. Menurut keterangan
pembudidaya pemberian pakan dengan cara ini, hanya 75% pakan yang dapat dimakan
oleh ikan, sedangkan sisanya 25% tidak termakan dan terbuang oleh arus air
sungai yang mengalir.
Foto 4 : Pembuatan pakan rebus
|
Foto 5 : Hasil olahan pakan rebus
|
Sumber: Solider, Bank Indonesia
|
(b). Pakan tidak dimasak :
Bahan
baku untuk pembuatan pakan tidak dimasak terdiri dari dedak, ikan asin BS,
ampas singkong, bekatul dan ampas tahu. Komposisi dan jenis bahan baku
pembuatan pakan tidak dimasak buatan sendiri adalah sebagaimana disajikan pada
Tabel 4. Jumlah bahan baku pada tabel dipergunakan untuk memberikan pakan bagi
12,5 ribu ekor ikan.
Tabel 4.
Komposisi Bahan Baku Pakan Tidak Dimasak Buatan Sendiri
Komposisi Bahan Baku Pakan Tidak Dimasak Buatan Sendiri
Bahan
Baku
|
Komposisi
menurut umur ikan di pembesaran (kg/hari)
|
||||
3 bulan
|
4 bulan
|
5 bulan
|
6 bulan
|
7-10
bulan
|
|
a. Ikan asin BS
|
12
|
24
|
30
|
40
|
60
|
b. Tepung katul
|
12
|
24
|
30
|
40
|
60
|
c. Dedak halus
|
5
|
10
|
30
|
40
|
60
|
d. Ampas ubi kayu
|
10
|
20
|
30
|
40
|
60
|
e. Ampas tahu
|
11
|
22
|
30
|
40
|
60
|
Jumlah
|
50
|
100
|
150
|
200
|
300
|
Sumber : Data primer
Sumber: Solider, Bank Indonesia
|
Pengolahan pakan menggunakan seperangkat alat-alat mekanis yang dirancang sendiri. Peralatannya terdiri dari generator diesel berkekuatan 15.000 watt, mesin cincang daging (molen) ukuran besar 4 buah dan dinamo sebagai tenaga penggerak. Cara pembuatan pakan adalah sebagai berikut: Masing-masing bahan baku pakan ditimbang sesuai kebutuhan dan dicampur di dalam wadah ukuran persegi empat yang terbuat dari papan serta diaduk sampai rata, kemudian dimasukkan kedalam molen untuk diproses menjadi pelet. Kemudian pelet di tampung dalam wadah plastik, dijemur beberapa jam di sinar matahari dan siap untuk diberikan kepada ikan. Hasil pakan olahan hampir sama dengan pakan buatan pabrik yaitu pelet berbentuk silindris ukuran diameter 5 mm dan panjang 4 – 5 cm. Menurut keterangan pembudidaya pemberian pakan dengan cara ini lebih efektif karena sebanyak 99% pakan dapat dimakan oleh ikan, sedangkan sisanya sebanyak 1% terbuang bersama arus air sungai yang mengalir.
PENGENDALIAN
HAMA
Serangan
hama pada umumnya lebih banyak terjadi pada pendederan dan pembesaran karena
kegiatan tersebut dilakukan di alam terbuka, sedangkan pembenihan dilakukan di
ruangan tertutup. Hama ikan patin berukuran lebih besar dari pada ikan patin
dan bersifat memangsa (predator), sehingga secara fisik mudah dikenali.
Jenis-jenis hama tersebut dan cara pemberantasannya telah dijelaskan dimuka.
Penyakit
yang sering menyerang ikan patin terdiri dari dua golongan yaitu penyakit
infeksi yang timbul karena gangguan organisme patogen dan penyakit non infeksi
yang timbul karena organisme lain. Penyebab penyakit infeksi adalah parasit,
bakteri dan jamur yang dapat menular. Sedangkan penyebab penyakit non infeksi
adalah keracunan dan kekurangan gizi.
Penyakit
akibat infeksi :
- Parasit adalah penyakit bintik putih (white spot), yang terjadi akibat infeksi Ichtyophthirius multifiliis yang biasanya menyerang benih berumur 1 – 6 minggu. Gejala serangan dicirikan dengan adanya bintik-bintik putih di lapisan lendir kulit, sirip dan lapisan insang dan berenangnya tidak normal. Penanggulangannya dengan menggunakan formalin yang mengandung Malachite Green Oxalate (FMGO) sebanyak 4 gram/liter air. Pencegahan pada ikan yang berukuran lebih besar adalah dengan perendaman selama 24 jam dalam FMGO dengan dosis 10 ml/m3 air seminggu sekali.
- Bakteri yang menyerang ikan patin adalah Aeromonas sp. dan Pseudomonas sp. Serangan terjadi pada bagian perut, dada dan pangkal sirip disertai perdarahan. Gejalanya lendir di tubuh ikan berkurang dan tubuhnya terasa kasar saat diraba. Pencegahannya adalah dengan memusnahkan ikan yang mendapat serangan cukup parah agar tidak menulari ikan yang lain. Jika serangan belum parah dapat dilakukan pengobatan dengan cara perendaman menggunakan larutan Kalium Permanganat (PK) sebanyak 10-20 ppm selama 30-60 menit. Cara pengobatan lain adalah perendaman dalam larutan Nitrofuran sebanyak 5-10 ppm selama 12-24 jam atau dalam larutan Oksitetrasiklin sebanyak 5 ppm selama 24 jam. Selain perendaman, pengobatan dapat dilakukan dengan mencampurkan obat-obatan ke dalam makanan seperti Chloromycetin sebanyak 1-2 gram per kg makanan.
- Jamur dapat menyerang ikan patin karena adanya luka-luka di badan ikan. Jamur yang sering menyerang adalah dari golongan Achlya sp. dan Saprolegnia sp. Ciri-ciri ikan patin yang terserang jamur adalah adanya luka di bagian tubuh terutama di tutup insang, sirip dan bagian punggung. Bagian-bagian tersebut ditumbuhi benang-benang halus seperti kapas berwarna putih hingga kecoklatan. Pencegahannya adalah dengan menjaga kualitas air yang sesuai dengan kebutuhan ikan dan menjaga agar tubuh ikan tidak terluka. Cara pengobatannya adalah dengan perendaman dalam larutan Malachite Green Oxalate dengan dosis 2-3 gram/m3 air selama 30 menit, diulang sampai tiga hari berturut-turut.
Berdasarkan
hasil wawancara dengan pembudidaya di kabupaten OKI, serangan hama dan penyakit
terhadap ikan patin yang dipelihara relatif sedikit. Gejala penyakit yang
sering timbul adalah kurangnya nafsu makan ikan, terutama pada musim kemarau.
Untuk mengatasi hal tersebut biasanya digunakan multivitamin Previta Fish P
yang dicampur dalam makanan buatan sendiri atau pemberian makanan berupa pelet
buatan pabrik yang sudah mengandung vitamin. Untuk serangan penyakit tertentu yang
mengakibatkan kematian ikan digunakan obat Khemy dengan dosis pengobatan 1,5
sendok teh yang dicampur dalam pakan buatan sendiri.
PANEN
Pada
umumnya panen pada pembesaran ikan patin dapat dilakukan setelah 6 – 12 bulan
pada saat ikan mencapai ukuran berat satu kilogram. Ikan patin yang dipelihara
di karamba jaring apung dengan ukuran awal 5 inci membutuhkan waktu selama 6 –
8 bulan untuk mencapai ukuran satu kilogram. Sedangkan ikan patin yang
dipelihara dengan sistem fence dengan ukuran awal 1,5 – 2 inci membutuhkan
waktu selama 8 – 12 bulan untuk mencapai ukuran satu kilogram. Pemanenan
dilakukan secara selektif karena pertumbuhan ikan tidak seragam.
Cara
panen ikan patin adalah dengan menggunakan serok atau alat tangkap lainnya.
Penanganan saat pemanenan harus hati-hati dan menghindari adanya luka karena
dapat menurunkan mutu dan harga jual ikan. Penangkapan langsung menggunakan
tangan sebaiknya tidak dilakukan karena tangan bisa terluka terkena patil atau
duri sirip ikan. Untuk menjaga mutu ikan yang dipanen, sehari sebelum dipanen
biasanya pemberian pakan dihentikan (diberokan). Ikan patin yang dipanen
dimasukkan dalam wadah yang telah diisi dengan air jernih sehingga ikan tetap
hidup dan tidak stress.
KENDALA
PRODUKSI
Pada
saat ini di daerah OKI belum ada UPR ikan patin dan produksi benih oleh UPR di
Palembang belum mencukupi permintaan masyarakat Sumsel. Oleh karena itu benih
ikan patin didatangkan dari Bogor dan daerah lain di Pulau Jawa. Walaupun
keadaan transportasi cukup baik, namun keadaan ini dapat menjadi kendala di
masa yang akan datang, yaitu harga benih menjadi lebih mahal dan jumlah pasokan
benih sulit diprediksi, sehingga akan mempengaruhi usaha budidaya pembesaran
ikan patin di daerah ini. Kendala lain yang dihadapi adalah usaha pembenihan
ikan patin memerlukan biaya cukup tinggi karena usaha pembenihan memerlukan
persyaratan teknologi budidaya tertentu. Salah satu cara yang dapat dilakukan
untuk mengatasi masalah ini adalah Pemerintah Daerah setempat bekerjasama
dengan Balai Penelitian Perikanan Air Tawar di kecamatan Mariana dan dinas
terkait, membantu pengadaan unit-unit pembenihan ikan patin.
Dalam
budidaya ikan air tawar, pakan merupakan kebutuhan primer untuk mempercepat
pertumbuhaan ikan. Ikan patin termasuk salah satu jenis ikan air tawar yang
lahap dalam konsumsi pakan. Pakan buatan pabrik relatif mahal, sehingga
masyarakat berusaha mengganti pakan pabrik dengan pakan buatan sendiri yang
bahan bakunya diperoleh dari daerah sekitarnya. Masalahnya adalah dosis pakan
buatan sendiri belum dapat dipastikan sesuai dengan kebutuhan ikan, sehingga
efisiensi penggunaannya belum diketahui. Usaha yang perlu dilakukan untuk
mengatasi hal ini adalah dilakukannya penelitian, penyuluhan dan pelatihan oleh
pihak yang berkepentingan kepada para pembudidaya dalam pembuatan pakan buatan
yang memenuhi syarat teknis budidaya dan secara ekonomis menguntungkan.
Oleh
karena sistem fence baru berkembang dalam tiga tahun terakhir, maka kendala
utama yang dihadapi oleh calon pembudidaya ikan patin yang akan memakai sistem
ini adalah dalam hal : penguasaan teknik konstruksi fence; penguasaan manajemen
pemeliharaan ikan patin; dan belum adanya informasi mengenai rencana lokasi
lahan budidaya. Kendala teknik konstruksi dan manajemen pemeliharaan dapat
diatasi apabila lembaga terkait aktif memberikan penyuluhan dan pelatihan
ketrampilan kepada masyarakat calon pembudidaya. Lembaga terkait saat ini telah
memberikan penyuluhan dan pelatihan, namun masih perlu ditingkatkan. Sedangkan
kendala informasi dapat diatasi dengan keaktifan dua belah pihak yaitu
Pemerintah dan calon pembudidaya untuk saling mencari dan menyebarluaskan
informasi mengenai rencana peruntukan lokasi budidaya ikan patin. Ketepatan
lokasi penting agar tidak merugikan seluruh pihak baik pembudidaya, pemerintah
daerah maupun bank apabila proyek dibiayai oleh bank. Kerugian perlu dicegah
karena budidaya ikan patin adalah usaha yang terkait erat dengan usaha pada
sektor-sektor lain baik usaha-usaha disektor hulu maupun sektor hilir. Usaha
ini mempunyai kaitan dengan sektor hulu karena:
- dapat menghidupkan usaha penyediaan bahan baku lokal untuk pembuatan karamba dan fence serta peralatan perikanan
- memanfaatkan limbah produk ikan olahan dan hasil sampingan industri kecil pengolahan hasil pertanian sebagai bahan baku untuk pakan ikan
- menghidupkan usaha produksi dan jasa penyediaan benih dan saprokan lainnya.
Sedangkan
di sektor hilir usaha ini dapat menghidupkan kegiatan ekonomi yang mencakup
usaha sektor pedagangan ikan, usaha rumah makan/restoran, usaha transportasi
dan pelayanan kredit perbankan. Sektor usaha budidaya ikan patin juga
memberikan sumbangan bagi pemerintah daerah berupa Pajak Bumi dan Bangunan dan
retribusi usaha budidaya ikan.